E- Government: Munuju Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi Indonesia

Selasa, 05 Juni 2012 0 komentar
Negera Indonesia adalah negera besar . Salah satu negara yang termasuk kawasan Asia Tenggara ini memiliki luas wilayah sebesar 1,904,569 km2 yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Luas wilayah yang demikian besarnya masih terbagi-bagi menjadi belasan ribu kepulauan dengan akses ke daerah satu dengan daerah lain tidak selalu mudah. Hal ini disebabkan karena pembangunan diberbagai aspek kehidupan, khususnya pembangunan dalam bidang transportasi belum merata menjangkau ke semua daerah. Tidak hanya itu, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250 juta jiwa merupakan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia dengan tingkat heterogenitas suku, budaya, agama, dan ras yang tinggi. Kondisi demikian menjadi tantangan tersendiri bagi pengelolaan birokrasi di Indonesia.

Negara yang memiliki sekitar 13.487 pulau ini beribu kota di Jakarta yang terletak di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, Pulau Jawa menjadi salah satu pusat peradaban, moderenisasi, dan pemerintahan. Maka tidaklah heran segala aktivitas vital yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara terpusat di Pulau Jawa. Keadaan demikian tentu menjadi penghalang bagi masyarakat-masyarakat non-Pulau Jawa untuk mengakses berbagai kepentingannya sebagai warga negara, termasuk dalam hal ini yang berkaitan dengan birokrasi. Maka sejak reformasi yang bergulir pada tahun 1998 Indonesia mengubah dari sistem pemerintahan sentralistik menjadi sistem pemerintahan desentralisasi. Maksud dari perubahan ini adalah , pemerintah berharap pelayanan publik di daerah akan semakin baik dengan menggali keinginan dan kebutuhan masyarakat daerah tersebut. Sehingga kebijakan dan pelayanan publik yang diberikan benar-benar merepresentasikan harapan dan karakteristik masing-masing daerah. Sehingga prinsip efektivitas dan efisiensi birokrasi yang dicita-citakan dapat tercapai.
Namun pada kenyataannya, desentralisasi yang dicita-citakan akan memberikan pelayanan publik yang maksimal di seluruh wilayah Indonesia tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Di sisi lain permasalahan baru muncul, desentralisasi justru menjadi celah berkembangnya tindakan korupsi yang semakin merajalela. Jika pada sistem sentralistik, cenderung pejabat pusat yang melakukan tindak pidana korupsi karena kewenangannya yang tidak terbatas, sedangkan pada sistem desentralisasi pejabat daerah pun dapat melakukan tindakan korupsi. Hal ini terjadi mengingat mereka kini juga memiliki kekuasaan yang besar pada proses penyelenggaraan negara, termasuk dalam hal pelayanan publik.
Maka tidaklah heran, apabila kita pernah mendengar bahwa semboyan para birokrat Indonesia adalah “kalau bisa sulit kenapa dipermudah?”. Karena dengan semboyan tersebut maka setiap aspek penyelenggaraan negara terutama dalam hal pelayanan publik dapat digunakan untuk mengumpulkan pundi-pundi uang tambahan bagi Sang Birokrat. Masyarakat yang mendapat pelayanan yang cepat dan baik adalah mereka yang mau membayar pungutan-pungutan liar. Sedangkan yang tidak mau membayar, akan cenderung dikesampingkan dan diperlambat. Akibatnya prinsip birokrasi yang seharusnya efektif dan efisien justru menjadi birokrasi yang sulit dan berbelit-belit.
Selain itu, sistem birokrasi yang dikelola masing-masing daerah juga tidak terintegrasi dengan baik dengan pemerintah pusat. Akibatnya pengawasan dan evaluasi peyelenggaran negara oleh pemerintah pusat di masing-masing daerah sangat lemah. Hal ini kembali menjadi celah untuk melakukan tindak pidana korupsi. Contoh yang sering kita dengar adalah masalah korupsi dalam hal pengadaan barang, baik dengan sistem lelang, tender, maupun sistem yang lainnya. Sebelum adanya e-procurenment sistem pengadaan barang tersebut cenderung dilakukan secara tertutup. Masyarakat pun juga memiliki tingkat keasadaran yang rendah dalam pengawasan penyelenggaraan negara. Konsdisi demikian membuat sejumlah pejabat terkait dengan mudah melakukan deal-deal tertentu dengan pengusaha. Sehingga pengadaan barang yang seharusnya untuk memenuhi kebutuhan publik justru menjadi kesempatan untuk meraup keuntungan pihak atau kelompok tertentu. Akibatnya tidak jarang anggaran untuk proyek-proyek tertentu di daerah digelembungkan dari sewajarnya.
Dengan segala permasalahan yang semakin hari semakin rumit tersebut sudah selayaknya dilakukan reformasi birokrasi untuk menunjang terciptanya Good Governence yang dicita-citakan oleh hampir semua negara di dunia ini. Salah satu alternatif reformasi birokrasi tersebut adalah dengan memanfaat teknologi atau sistem informasi yang kini berkembang semakin cepat dan semakin canggih.
Gagasan e-Government
Perkembangan teknologi yang semakin canggih menyebabkan semakin beragamnya sistem informasi yang berkembang. Kondisi ini juga didukung oleh kemampuan finansial masyarakat yang semakin berkembang dari hari ke hari, maka sebagian besar masyarakat kini memiliki teknologi yang setidaknya akan memudahkan komunikasinya. Namun ternyata sistem informasi yang ada kini tidak hanya mempermudah hubungan antar individu saja tetapi juga mempermudah hubungan antara pemerintah dengan warga negaranya.
Salah satu konsep yang mempermudah hubungan tersebut adalah sistem E-Government. E-Government yang “juga disebut e-gov, digital government, online government atau dalam konteks tertentu transformational government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. Berdasarkan definisi dari World Bank, eGovernment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah (seperti : Wide Area Network, Internet dan mobile computing) yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan. (www.worldbank.org). Dalam prakteknya,eGovernment adalah penggunaan Internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan masyarakat.
E-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Model penyampaian yang utama adalah Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B) serta Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.”
Secara ringkas tujuan yang ingin dicapai dengan implementasi eGovernment adalah untuk menciptakan customer online dan bukan in-line. eGovernment bertujuan memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu eGovernment juga bertujuan untuk mendukung good governance. Penggunaan teknologi yang mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi dengan cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik. eGovernment dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan/kebijakan oleh pemerintah. eGovernment juga diharapkan dapat memperbaiki produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Adapun konsep dari eGovernment adalah menciptakan interaksi yang ramah, nyaman, transparan dan murah antara pemerintah dan masyarakat (G2C-government to citizens), pemerintah dan perusahaan bisnis (G2B-government to business enterprises) dan hubungan antar pemerintah (G2G-inter-agency relationship).
Di Indonesia, gagasan tentang E-Government ini mulai berkembang sejak tahun 2000-an. Pada saat itu berbagai usaha mulai dilakukan untuk menginternetkan pemerintah, baik di sisi proyek, maupun karena desakan masalah transparansi pada masyarakat. Melihat tingginya desakan untuk melakukan internetisasi serta semakin sadarnya pemerintah pentingnya birokrasi sebagai urat nadi pemerintahan dan birokrasi yang baik adalah yang efektif dan efisien maka tidak sedikit uang rakyat digunakan bagi pengembangan teknologi informasi bagi operasionalisasi pemerintahan dan pelayanan umum. Sedangkan dari pemerintah sendiri inisiatif e-Government di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden No. 6/2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Lebih jauh lagi, eGovernment wajib diperkenalkan untuk tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. Administrasi publik adalah salah satu area dimana internet dapat digunakan untuk menyediakan akses bagi semua masyarakat yang berupa pelayanan yang mendasar dan mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.
Meskipun masih relatif muda, namun sistemnya sudah cukup baik. Namun demikian, E-Government belum menunjukkan manfaat yang signifikan bagi efektifitas dan efisiensi jalannya pemerintahan dan pelayanan umum yang terbaik. Masih terdapat pulau-pulau E-Government yang terbentuk dalam NKRI dan memperlebar jurang integrasi database nasional.
Di balik kelemahan-kelemahan tersebut ternyata masih banyak pihak yang memperjuangkan akan tetap berjalannya e-goverenment. Pada tanggal 27 Juni 2005 Bambang Dwi Anggono, biasa di panggil Ibenk, membentuk mailing list egov-indonesia@yahoogroups.com tempat berdiskusinya para aktifis e-government Indonesia, pada pertengahan 2006 telah melibatkan hampir 400 aktifis di dalamnya. Mailing list egov-indonesia merupakan mailing list paling aktif diantara berbagai tempat diskusi egov dan berusaha menjebatani keterbatasan kemampuan daerah dan pusat melalui kebersamaan dan saling mendukung dengan mengesampingkan ego sektoral. Sinergi antara Akademisi, Bisnis dan Government diyakini akan mampu membawa E-Government ke arah yang lebih baik.
Prinsip Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi
Terkait dengan sistem birokrasi Indonesia yang cenderung lambat dan berbelit-belit, maka kalangan tertentu mengemukakan pentingnya reformasi birokrasi. Kata reformasi diarahkan pada terwujudnya efisiensi, efektivitas, dan clean government. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Khan (1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.Sedangkan Quah (1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional. Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau modernization.
Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan masyarakat secara efektif dan efisien.
Istilah efektivitas dan efisiensi merupakan konsep engineering yang diadaptasi dari sektor privat, yang kemudian dalam perkembangannya diterapkan dalam sektor publik yakni pemerintah. Efektivitas adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif. Sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut Apabila membicarakan efektivitas dan efisiensi maka harus dihubungkan dengan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut.
Dalam pelayanan publik apabila kedua hal diperbandingkan maka efektivitas jauh lebih penting dari efisiensi. Suatu pelayanan publik yang tidak efisien masih dapat dimaklumi sepanjang pelayanan itu efektif bagi masyarakat (Putra :19).Efektivitas dapat dilihat dari 3 pendekatan yakni (Putra:22)
• Pendekatan Sasaran (goal approach), mengukur efektivitas dari segi output.
• Pendekatan Sumber (system resource approach), melihat dari inputnya
• Pendekatan Proses (process approach), yakni menekankan pada faktor internal organisasi publik, seperti efisiensi dan iklim organisasi.
Akan tetapi walaupun pelayanan publik lebih menekankan efektivitas daripada efeisiensi, dalam tataran praktis konsep efektivitas tidak dapat dipisahkan dari konsep efisiensi. Unsur efisiensi adalah salah satu determinan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan bisa dikategorikan efektif atau tidak sebagaimana pendekatan ketiga.
Sementara itu Birokrasi diartikan sebagai kekuasaan atau pengaruh dari para kepala dan staf biro pemerintah. Dalam pengertian selanjutnya birokrasi adalah pegawai pemerintah, yang menjalankan dan menyelenggarakan tugas yang ditentukan oleh konstitusi, menjalankan program pembangunan, pelayanan publik, dan penerapan kebijakan pemerintah, yang biasanya disebut pegawai Sipil (Rozi:10). Dalam hal di Indonesia lebih dikenal dengan istiah Aparatur Pemerintah.
Birokrasi dalam pengertian keseharian selalu dimaknai institusi resmi yang melakukan fungsi pelayanan terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat (Tjokrowinoto:112). Segala bentuk upaya pemerintah dalam mengeluarkan produk kebijakannya semata-mata dimaknai sebagai manifestasi dari fungsi melayani orang banyak. Walaupun persepsi ini mengandung titik–titik kelemahan, namun sampai saat ini pemerintah yang diwakili oleh institusi birokrasi tetap saja diakui sebagai motor penggerak pembangunan. Pemaknaan birokrasi sebagai organ pelayanan bagi masyarakat luas tentu merupakan pemaknaan yang bersifat idealis, dan pemaknaan ideal terhadap fungsi pelayanan yang diperankan birokrasi tidaklah bisa menjelaskan orientasi birokrasi.
Lalu pertanyaanya bagaimana upaya yang dilakukan agar birokrasi mampu melaksanakan misi utama yakni memberikan pelayanan secara efektif dan efisien kepada masyarakat. Jawabannya harus dengan melakukan perubahan atau reformasi, bukan saja terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur, sikap dan tingkah laku / etika (the ethics being).
E-Government Terkait dengan Efektifitas dan Efisiensi Birokrasi
Penggunaan TI ini dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses informasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di instansi pemerintah. E-Government juga dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan kebijakan Pemerintah.
E-Government merupakan sistem TI yang dikembangkan oleh Pemerintah dalam memberikan pilihan kepada masyarakat, untuk bisa mendapatkan kemudahan akses informasi dan layanan pemerintah. Selain itu, e-Government, merupakan bentuk pemanfaatan TI untuk mendukung aktivitas Pemerintah Daerah yang meliputi aktivitas internal maupun di lingkungan Pemerintah Daerah serta aktivitas pelayanan publik.
Pendayagunaan e-Government juga sejalan dengan kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah, dengan harapan agar penyampaian layanan pemerintah kepada masyarakat dapat berlangsung secara lebih efisien dan efektif. Efisiensi dan efektifitas di sini dapat diperoleh karena otonomi daerah lebih menekankan pada kedekatan pemerintah untuk memberikan layanan publik kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daearah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Pemerintah Daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pentingnya efisiensi, efektifitas, dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Efisiensi, efektifitas dan transparansi ini merupakan unsur yang penting dalam pengembangan e-Government, sehingga e-Government sangat sejalan dengan upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Disamping itu, e-Government diharapkan dapat mendukung perbaikan produktivitas dan efisiensi dalam instansi pemerintahan maupun peningkatkan petumbuhan ekonomi. Dengan demikian, untuk menghadapi era global ini Pemerintah Daerah dituntut untuk membangun ketangguhan di segala bidang. Disamping itu, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan yang baik atau pelayanan prima menjadikan Pemerintah Daerah mau tidak mau harus mengikuti perkembangan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas yang tinggi. Dengan semakin meningkatnya tuntutan pembangunan dan pelayanan oleh masyarakat, menjadikan pemerintah daerah harus kreatif di segala bidang dan mampu memanfaatkan segenap potensi yang ada termasuk pendayagunaan e-Government.
Efektivitas dan efisiensi juga akan berkaitan erat dengan good governance. Istilah good governance mulai muncul di Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin mengemuka pada tahun 1996 seiring dengan interaksi pemerintah dengan negara-negara luar beserta lembaga-lembaga pemberi bantuan yang semakin menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonomi dan politik di Indonesia. Lembaga-lembaga pemberi donor baik yang bersifat multirateral maupun bilateral mengaitkan penerapan good governance dengan kebijakan pemberian bantuan. Good governance dijadikan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian bantuan baik berupa pinjaman (loan) maupun hibah (grant).
Governance merupakan tata pemerintahan, good governance adalah tata pemerintahan yang baik. Ada tiga komponen yang terlibat dalam governance, yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Hubungan ketiganya harus dalam posisi sejajar dan saling kontrol untuk menghindari penguasaan atau eksploitasi oleh salah satu komponen terhadap komponen lainnya. Bila salah satu komponen lebih tinggi dari komponen yang lain, maka akan terjadi dominasi kekuasaan atas dua komponen lainnya.
Menurut Bintoro, good governance adalah suatu bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan. Lebih jauh, Bintoro menyatakan Pemerintah maenjadi agen perubahan (agent of change) dari suatu masyarakat (berkembang/developing) dalam negara berkembang. Selanjutnya, UNDP (1997) mendefinisikan good governance sebagai pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan administrasi untuk mengatur urusan-urusan negara, yang memiliki mekanisme, proses, hubungan, serta kelembagaan yang kompleks dimana warga negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta menengahi perbedaan yang ada di antara mereka (http://ww. mirror.undp.org/magnet/policy/ cahapter1.htm, 31/7/2009). Selain itu, menurut Effendi, (2000), istilah good governance juga diartikan sebagai pemerintahan yang baik (Domai, 2009).
Good governance melebihi ruang lingkup e-Government. E-government didefenisikan sebagai penyampaian layanan dan informasi dari Pemerintah kepada publik menggunakan sarana elektronik. E-Goverment memungkinkan warga negara berkomunikasi antar mereka maupun dengan pemerintah, dan ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan, mengekpresikan kebutuhan nyata mereka tentang kesejahteraan dengan menggunakan e-Government sebagai sarana. Pendayagunaan e-Government, merupakan bentuk pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) dalam aktivitas Pemerintah Daerah yang meliputi aktivitas intern dalam satu lembaga maupun antar lembaga pemerintah serta aktivitas pelayanan publik.
Dari berbagai definisi tersebut di atas, secara sederhana pemahaman mengenai good governance dapat dikatakan sebagai tata pemerintahan yang baik, dalam implementasinya tidak mudah untuk mengimplementasikan secara seragam. Namun demikian, pada hakekatnya keragaman makna tersebut memiliki kesamaan prinsip dan tujuan yakni terselenggaranya pemerintahan yang seimbang di antara semua komponen pelaku. Semua pelaku harus saling tahu apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya, ada ruang dialog agar para pelaku saling memahami perbedaan di antara mereka. Dengan proses seperti ini diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi antara pemerintah dan masyakat.
Tujuan dan Manfaat e-Government
Konsep e-Government diterapkan dengan tujuan bahwa hubungan pemerintah baik dengan masyarakatnya maupun dengan pelaku bisnis dapat berlangsung secara efisien, efekti,f dan transparan. Hal ini diperlukan mengingat semakin dinamisnya gerak masyarakat pada saat ini, sehingga pemerintah harus dapat menyesuaikan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan, agar masyarakat dapat menikmati haknya dan menjalankan kewajibannya dengan nyaman dan aman, yang kesemuanya itu dapat dicapai dengan pembenahan sistem. Selain itu seperti telah disebutkan di atas, e-Government ditujukan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance) yang tercermin dari pemerintahan yang bersih, transparan dan akuntabel. Dengan demikian transparansi merupakan unsur penting untuk penerapan e-Government dalam pemerintahan yang modern karena mencerminkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan yang merupakan tanggungjawab dari aparatur negara.
Implementasi e-Government di instansi pemerintahan dapat membawa manfaat, antara lain :
• Pelayanan/service yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu pegawai kantor.
• Peningkatan hubungan antar pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan perasaan saling curiga dan kesalahan dari semua pihak.
• Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya misalnya data tentang sekolah, rumah sakit, dll.
• Pelaksananan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video konferensi. Bagi indonesia yang memiliki area yang luas hal akan sangat membantu. Koordinasi, tanya jawab, diskusi antar pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa semuanya harus berada pada lokasi yang sama, tidak lagi harus berkumpul di satu tempat untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam.
Pendayagunaan e-Government bukan berarti menerapkan sistem pemerintahan secara elektronik saja atau dengan kata lain otomatisasi sistem, melainkan bertujuan lebih dalam dari itu. Pertama-tama yang harus dilihat adalah bagaimana sistem pemerintahan berjalan sebelum pendayagunaan e-Government. E-Government memerlukan suatu sistem informasi yang baik, teratur dan bersinergi dengan masing-masing lembaga pemerintahan, sehingga didapatkan suatu sistem informasi yang terjalin dengan baik. Untuk mewujudkan sistem informasi yang baik, teratur dan sinergi antara lembaga pemerintahan, maka sistem informasi dari masing-masing lembaga pemerintahan harus memenuhi suatu standar informasi, dimana standar ini meliputi persyaratan minimal untuk faktor-faktor dari sistem informasi tersebut.
Tidaklah mengherankan apabila negara yang dapat menjalankan e-Government sebagian besar adalah negara-negara maju karena dalam konteks e-Government seutuhnya bukanlah semata-mata hanya situs informasi. Hal tersebut dapat terjadi karena untuk membereskan sistem informasi dalam satu lembaga pemerintah saja sudah sangat sulit apalagi harus tercapainya sinergi dari sistem informasi dari berbagai lembaga-lembaga pemerintahan, karena hal ini berkaitan erat dengan faktor budaya, politik dan ekonomi suatu negara.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan e-Government bukan hanya sekedar menyediakan pelayanan on-line akan tetapi lebih luas dari pada itu karena kinerja pada sektor publik juga akan berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. Gupta & Jana (2003) berpendapat bahwa e-Government tidak lagi dilihat sebagai suatu pilihan, melainkan suatu keharusan bagi semua negara yang bertujuan untuk lebik baik dan lebih efisien (Dhilon, 2008). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pendayagunaan e-Government ditujukan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Pendayagunaan e-Government ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dalam administrasi pemerintahan dan dapat mengurangi kesenjangan informasi antara pusat dan daerah.
Di era globalisasi, penerapan e-Government sangat penting karena telah memodernisasi pemerintahan publik di seluruh dunia dan juga hubungan antar pemerintah. Selain di Uni Eropa beberapa negara di Asia telah menggunakan e-Government untuk melaksanakan hubungan bilateral mereka. Sejalan dengan kemajuan teknologi dan tujuan yang ingin dicapai mau tidak mau pemerintahan di Indonesia juga dituntut untuk menerapkan e-Government. Pada kondisi saat ini penggunaan e-Government sudah menjadi suatu keharusan dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang lebih baik untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Untuk kepentingan hal itu pemerintah perlu meningkatkan kesadaran dan kesiapan penggunaan kemajuan teknologi telematika untuk mengimplementasikan government on-line secara efektif, serta mengintensifkan pendidkan dan pelatihan teknologi telematika untuk meningkatkan keahlian pegawai pemerintahan di semua tingkatan.
Wujud Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi dengan E-government
Mengingat kelebihan-kelebihan yang dimiliki e-government dibandingkan dengan sistem birokrasi tradisional maka e-government mulai banyak diterapkan di negara-negara di dunia, khususnya negara maju. Beberapa negara telah membuktikan keberhasilan mereka dalam memanfaatkan e-Government untuk mendukung good governance. Banyak negara telah menggunakan internet sebagai sarana pelayanan publik yang menghasilkan transparansi, akuntabilitas, adil (fair), efektif, dan dapat mengakomodasi partisipasi seluruh warga masyarakat. Sebagai contoh penyelenggaraan distance learning melalui internet yang dirancang khusus untuk meningkatan pengetahuan dan ketrampilan pegawai negeri di Mexico dan Kanada merupakan contoh bagaimana TI digunakan dalam mendukung upaya good governance (Wigrantoro, 2004).
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Accenture pada tahun 2001 negara yang telah menerapkan e-Government berdasarkan ranking secara berurutan, yaitu: Kanada, Singapura, Amerika Serikat, Australia, Denmark, Inggris, Firlandia, Hong Kong, Jerman, Irlandia, Belanda, Perancis, Norwegia, Selandia Baru, Spanyol, Belgia, Jepang, Portugal, Malaysia, Italia, Afrika Selatan dan Meksiko (Setiawati, 2009)..
Beberapa contoh implementasi e-government yang mendominasi di seluruh dunia saat ini berupa pelayanan pendaftaran warga negara antar lain pendaftaran kelahiran, pernikahan dan penggantian alamat, perhitungan pajak (pajak penghasilan, pajak perusahaan dan custom duties), pendaftaran bisnis, perizinan kendaraan dsb.
Sebagai studi komparatif, dapat kita simak penerapan e-Government di negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa merupakan salah satu komunitas yang telah menerapkan e-Government dengan sukses. Hanya Canada, Singapura dan Amerika yang telah mengungguli Uni Eropa dalam area e-Government. Uni Eropa sendiri telah memiliki official website yang cukup modern dimana setiap masyarakat dapat mengakses informasi terbaru dan kebijakan serta dasar hukum kebijakan pemerintah tersebut. Pada waktu-waktu tertentu masyarakat bahkan dapat berinteraksi langsung dengan para pengambil keputusan melalui fasilitas chatting. (www.europa.eu.int). Dengan portalnya yang sangat besar kapasitasnya, para warga dapat melamar pekerjaan serta magang di institusi tersebut. Masih banyak lagi fasilitas yang diberikan melalui portalnya. Untuk memotivasi public service dalam melaksanakan e-Government, e-Europe awards (www.e-europeawards.org) dilaksanakan dalam rangka memfasilitasi sharing experience dan mutual learning antar anggota Uni Eropa. Selain itu eGovernment di Eropa juga ditampilkan dengan memberikan fasilitas akses langsung ke portal pemerintahan negara anggota dan negara aplikan serta negara Eropa lainnya. Contoh best practice yang terdapat di Belanda antara lain administrasi bea cukai yang dapat dilakukan secara online sehingga dapat dikontrol dan mengurangi kasus suap. Di Inggris para warga negaranya dapat melakukan aplikasi dan pembaharuan paspor secara online. Sedangkan di Perancis, pembayaran kembali biaya yang dikeluarkan untuk biaya pengobatan oleh perusahaan asuransi telah dapat dilakukan secara online. Pemerintahan daerah Bonn di Jerman saat ini menyediakan pelayanan online berupa pendaftaran Taman Kanak-Kanak. Melalui portal online-nya masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai seluruh TK di kota itu dan orang tua murid dapat mendaftar secara langsung untuk dihubungi melalui telepon.
Penerapan benchmarking process dan best practice dissemination Uni Eropa telah membuahkan hasil yang cukup fantastis. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Cap Gemini Ernst & Young terhadap penerapan e-Government di Eropa diperoleh bahwa 5 negara (Denmark, Perancis, Italia, Swedia dan Finlandia ) telah berhasil menerapkan pelayanan elektronik secara penuh untuk beberapa jenis pelayanan seperti pajak pendapatan. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa 86 % pelayanan publik di Uni Eropa telah tersedia secara online.
Selain itu suksesnya e-Government di Eropa merupakan kontribusi kebijakan publik yang sesuai dengan karakteristik e-Government itu sendiri. Soft policy berupa kebijakan Open Method Coordination pada e-Government Eropa yang dimulai dengan visi yang luas dan jelas dan diikuti dengan dissemination, proses benchmarking, monitoring berkala, evaluasi dan review secara pasangan dan diorganisir sebagai proses pembelajaran mutual terbukti sukses dalam rangka melaksanakan e-Government di Eropa.
Penutup
Terkait dengan sistem birokrasi yang dikenal sulit, berbelit-belit, dan banyak terjadi korupsi, pada dasarnya kini telah ditemukan solusi terbaru atas permasalahan tersebut. Dengan memanfaatkan teknologi informasi kini telah tercipta sistem e-government, yaitu upaya pelayanan publik dengan berbasis internet. Sistem e-government ini menawarkan kemudahan masyarakat untuk mengakses informasi-informasi dari pemerintah dan sebaliknya. Selain itu e-government juga memberi kemudahan akses informasi antara pemerintah dengan pemerintah maupun pemerintah dengan kalangan usaha. E-government dengan sistem kecanggihannya juga memiliki kelebihan dalan hal tranparansi dan akuntabilitas. Sehingga korupsi yang sering terjadi dalam tataran penyelenggara negara dapat diminimalisir atau ketika semua pihak benar-benar berkomitmen dan konsisten untuk memanfaatkan e-government ini sebaik mungkin tidak mustahil seiring berjalannya waktu korupsi dapat dihilangkan.
Namun pelaksanaan e-government di negara berkembang seperti di Indonesia juga masih menemui banyak kendala sehingga belum dapat dilaksanakan secara optimal. Terlepas dari kendala-kendala tersebut pada dasarnya e-government sangat mendorong terciptanya efektivitas, efisiensi, tranparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan negara yang pada akhirnya nanti dapat tercipta suatu birokrasi yang diidam-idamkan atau tercipta suatu good governance.

0 komentar:

Posting Komentar

 

©Copyright 2011 E_Government | TNB