Negera Indonesia adalah negera besar . Salah satu negara yang
termasuk kawasan Asia Tenggara ini memiliki luas wilayah sebesar
1,904,569 km2 yang terbentang dari Sabang hingga Merauke. Luas wilayah
yang demikian besarnya masih terbagi-bagi menjadi belasan ribu kepulauan
dengan akses ke daerah satu dengan daerah lain tidak selalu mudah. Hal
ini disebabkan karena pembangunan diberbagai aspek kehidupan, khususnya
pembangunan dalam bidang transportasi belum merata menjangkau ke semua
daerah. Tidak hanya itu, jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 250
juta jiwa merupakan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia dengan
tingkat heterogenitas suku, budaya, agama, dan ras yang tinggi. Kondisi
demikian menjadi tantangan tersendiri bagi pengelolaan birokrasi di
Indonesia.
Negara yang memiliki sekitar 13.487 pulau ini beribu kota di Jakarta
yang terletak di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, Pulau Jawa menjadi salah
satu pusat peradaban, moderenisasi, dan pemerintahan. Maka tidaklah
heran segala aktivitas vital yang berkaitan dengan penyelenggaraan
negara terpusat di Pulau Jawa. Keadaan demikian tentu menjadi penghalang
bagi masyarakat-masyarakat non-Pulau Jawa untuk mengakses berbagai
kepentingannya sebagai warga negara, termasuk dalam hal ini yang
berkaitan dengan birokrasi. Maka sejak reformasi yang bergulir pada
tahun 1998 Indonesia mengubah dari sistem pemerintahan sentralistik
menjadi sistem pemerintahan desentralisasi. Maksud dari perubahan ini
adalah , pemerintah berharap pelayanan publik di daerah akan semakin
baik dengan menggali keinginan dan kebutuhan masyarakat daerah tersebut.
Sehingga kebijakan dan pelayanan publik yang diberikan benar-benar
merepresentasikan harapan dan karakteristik masing-masing daerah.
Sehingga prinsip efektivitas dan efisiensi birokrasi yang dicita-citakan
dapat tercapai.
Namun pada kenyataannya, desentralisasi yang dicita-citakan akan
memberikan pelayanan publik yang maksimal di seluruh wilayah Indonesia
tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Di sisi lain permasalahan
baru muncul, desentralisasi justru menjadi celah berkembangnya tindakan
korupsi yang semakin merajalela. Jika pada sistem sentralistik,
cenderung pejabat pusat yang melakukan tindak pidana korupsi karena
kewenangannya yang tidak terbatas, sedangkan pada sistem desentralisasi
pejabat daerah pun dapat melakukan tindakan korupsi. Hal ini terjadi
mengingat mereka kini juga memiliki kekuasaan yang besar pada proses
penyelenggaraan negara, termasuk dalam hal pelayanan publik.
Maka tidaklah heran, apabila kita pernah mendengar bahwa semboyan
para birokrat Indonesia adalah “kalau bisa sulit kenapa dipermudah?”.
Karena dengan semboyan tersebut maka setiap aspek penyelenggaraan negara
terutama dalam hal pelayanan publik dapat digunakan untuk mengumpulkan
pundi-pundi uang tambahan bagi Sang Birokrat. Masyarakat yang mendapat
pelayanan yang cepat dan baik adalah mereka yang mau membayar
pungutan-pungutan liar. Sedangkan yang tidak mau membayar, akan
cenderung dikesampingkan dan diperlambat. Akibatnya prinsip birokrasi
yang seharusnya efektif dan efisien justru menjadi birokrasi yang sulit
dan berbelit-belit.
Selain itu, sistem birokrasi yang dikelola masing-masing daerah juga
tidak terintegrasi dengan baik dengan pemerintah pusat. Akibatnya
pengawasan dan evaluasi peyelenggaran negara oleh pemerintah pusat di
masing-masing daerah sangat lemah. Hal ini kembali menjadi celah untuk
melakukan tindak pidana korupsi. Contoh yang sering kita dengar adalah
masalah korupsi dalam hal pengadaan barang, baik dengan sistem lelang,
tender, maupun sistem yang lainnya. Sebelum adanya e-procurenment sistem
pengadaan barang tersebut cenderung dilakukan secara tertutup.
Masyarakat pun juga memiliki tingkat keasadaran yang rendah dalam
pengawasan penyelenggaraan negara. Konsdisi demikian membuat sejumlah
pejabat terkait dengan mudah melakukan deal-deal tertentu dengan
pengusaha. Sehingga pengadaan barang yang seharusnya untuk memenuhi
kebutuhan publik justru menjadi kesempatan untuk meraup keuntungan pihak
atau kelompok tertentu. Akibatnya tidak jarang anggaran untuk
proyek-proyek tertentu di daerah digelembungkan dari sewajarnya.
Dengan segala permasalahan yang semakin hari semakin rumit tersebut
sudah selayaknya dilakukan reformasi birokrasi untuk menunjang
terciptanya Good Governence yang dicita-citakan oleh hampir semua negara
di dunia ini. Salah satu alternatif reformasi birokrasi tersebut adalah
dengan memanfaat teknologi atau sistem informasi yang kini berkembang
semakin cepat dan semakin canggih.
Gagasan e-Government
Perkembangan teknologi yang semakin canggih menyebabkan semakin
beragamnya sistem informasi yang berkembang. Kondisi ini juga didukung
oleh kemampuan finansial masyarakat yang semakin berkembang dari hari ke
hari, maka sebagian besar masyarakat kini memiliki teknologi yang
setidaknya akan memudahkan komunikasinya. Namun ternyata sistem
informasi yang ada kini tidak hanya mempermudah hubungan antar individu
saja tetapi juga mempermudah hubungan antara pemerintah dengan warga
negaranya.
Salah satu konsep yang mempermudah hubungan tersebut adalah sistem
E-Government. E-Government yang “juga disebut e-gov, digital government,
online government atau dalam konteks tertentu transformational
government adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk
memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta
hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. Berdasarkan definisi
dari World Bank, eGovernment adalah penggunaan teknologi informasi oleh
pemerintah (seperti : Wide Area Network, Internet dan mobile computing)
yang memungkinkan pemerintah untuk mentransformasikan hubungan dengan
masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang berkepentingan.
(www.worldbank.org). Dalam prakteknya,eGovernment adalah penggunaan
Internet untuk melaksanakan urusan pemerintah dan penyediaan pelayanan
publik yang lebih baik dan cara yang berorientasi pada pelayanan
masyarakat.
E-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau
administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan
pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Model
penyampaian yang utama adalah Government-to-Citizen atau
Government-to-Customer (G2C), Government-to-Business (G2B) serta
Government-to-Government (G2G). Keuntungan yang paling diharapkan dari
e-government adalah peningkatan efisiensi, kenyamanan, serta
aksesibilitas yang lebih baik dari pelayanan publik.”
Secara ringkas tujuan yang ingin dicapai dengan implementasi eGovernment
adalah untuk menciptakan customer online dan bukan in-line. eGovernment
bertujuan memberikan pelayanan tanpa adanya intervensi pegawai
institusi publik dan sistem antrian yang panjang hanya untuk mendapatkan
suatu pelayanan yang sederhana. Selain itu eGovernment juga bertujuan
untuk mendukung good governance. Penggunaan teknologi yang mempermudah
masyarakat untuk mengakses informasi dapat mengurangi korupsi dengan
cara meningkatkan transparansi dan akuntabilitas lembaga publik.
eGovernment dapat memperluas partisipasi publik dimana masyarakat
dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan/kebijakan
oleh pemerintah. eGovernment juga diharapkan dapat memperbaiki
produktifitas dan efisiensi birokrasi serta meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Adapun konsep dari eGovernment adalah menciptakan interaksi
yang ramah, nyaman, transparan dan murah antara pemerintah dan
masyarakat (G2C-government to citizens), pemerintah dan perusahaan
bisnis (G2B-government to business enterprises) dan hubungan antar
pemerintah (G2G-inter-agency relationship).
Di Indonesia, gagasan tentang E-Government ini mulai berkembang sejak
tahun 2000-an. Pada saat itu berbagai usaha mulai dilakukan untuk
menginternetkan pemerintah, baik di sisi proyek, maupun karena desakan
masalah transparansi pada masyarakat. Melihat tingginya desakan untuk
melakukan internetisasi serta semakin sadarnya pemerintah pentingnya
birokrasi sebagai urat nadi pemerintahan dan birokrasi yang baik adalah
yang efektif dan efisien maka tidak sedikit uang rakyat digunakan bagi
pengembangan teknologi informasi bagi operasionalisasi pemerintahan dan
pelayanan umum. Sedangkan dari pemerintah sendiri inisiatif e-Government
di Indonesia telah diperkenalkan melalui Instruksi Presiden No. 6/2001
tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan
Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan
teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat
proses demokrasi. Lebih jauh lagi, eGovernment wajib diperkenalkan untuk
tujuan yang berbeda di kantor-kantor pemerintahan. Administrasi publik
adalah salah satu area dimana internet dapat digunakan untuk menyediakan
akses bagi semua masyarakat yang berupa pelayanan yang mendasar dan
mensimplifikasi hubungan antar masyarakat dan pemerintah.
Meskipun masih relatif muda, namun sistemnya sudah cukup baik. Namun
demikian, E-Government belum menunjukkan manfaat yang signifikan bagi
efektifitas dan efisiensi jalannya pemerintahan dan pelayanan umum yang
terbaik. Masih terdapat pulau-pulau E-Government yang terbentuk dalam
NKRI dan memperlebar jurang integrasi database nasional.
Di balik kelemahan-kelemahan tersebut ternyata masih banyak pihak
yang memperjuangkan akan tetap berjalannya e-goverenment. Pada tanggal
27 Juni 2005 Bambang Dwi Anggono, biasa di panggil Ibenk, membentuk
mailing list egov-indonesia@yahoogroups.com tempat berdiskusinya para
aktifis e-government Indonesia, pada pertengahan 2006 telah melibatkan
hampir 400 aktifis di dalamnya. Mailing list egov-indonesia merupakan
mailing list paling aktif diantara berbagai tempat diskusi egov dan
berusaha menjebatani keterbatasan kemampuan daerah dan pusat melalui
kebersamaan dan saling mendukung dengan mengesampingkan ego sektoral.
Sinergi antara Akademisi, Bisnis dan Government diyakini akan mampu
membawa E-Government ke arah yang lebih baik.
Prinsip Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi
Terkait dengan sistem birokrasi Indonesia yang cenderung lambat dan
berbelit-belit, maka kalangan tertentu mengemukakan pentingnya reformasi
birokrasi. Kata reformasi diarahkan pada terwujudnya efisiensi,
efektivitas, dan clean government. Reformasi ini diarahkan pada
perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi,
dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini
perubahan masyarakat diarahkan pada development (Susanto, 180). Khan
(1981) memberi pengertian reformasi sebagai suatu usaha perubahan pokok
dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah
laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama.Sedangkan Quah
(1976) mendefinisikan reformasi sebagai suatu proses untuk mengubah
proses, prosedur birokrasi publik dan sikap serta tingkah laku birokrat
untuk mencapai efektivitas birokrasi dan tujuan pembangunan nasional.
Aktivitas reformasi sebagai padanan lain dari change, improvement, atau
modernization.
Dari pengertian ini, maka reformasi ruang lingkupnya tidak hanya
terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada
tingkat struktur dan sikap tingkah laku (the ethics being). Arah yang
akan dicapai reformasi antara lain adalah tercapainya pelayanan
masyarakat secara efektif dan efisien.
Istilah efektivitas dan efisiensi merupakan konsep engineering yang
diadaptasi dari sektor privat, yang kemudian dalam perkembangannya
diterapkan dalam sektor publik yakni pemerintah. Efektivitas adalah
pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat
dari serangkaian alternatif atau pilihan cara dan menentukan pilihan
dari beberapa pilihan lainnya. Efektifitas bisa juga diartikan sebagai
pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah
ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan
pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah
benar atau efektif. Sedangkan efisiensi adalah penggunaan sumber daya
secara minimum guna pencapaian hasil yang optimum. Efisiensi menganggap
bahwa tujuan-tujuan yang benar telah ditentukan dan berusaha untuk
mencari cara-cara yang paling baik untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
Apabila membicarakan efektivitas dan efisiensi maka harus dihubungkan
dengan sasaran dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut.
Dalam pelayanan publik apabila kedua hal diperbandingkan maka
efektivitas jauh lebih penting dari efisiensi. Suatu pelayanan publik
yang tidak efisien masih dapat dimaklumi sepanjang pelayanan itu efektif
bagi masyarakat (Putra :19).Efektivitas dapat dilihat dari 3 pendekatan
yakni (Putra:22)
• Pendekatan Sasaran (goal approach), mengukur efektivitas dari segi output.
• Pendekatan Sumber (system resource approach), melihat dari inputnya
• Pendekatan Proses (process approach), yakni menekankan pada faktor
internal organisasi publik, seperti efisiensi dan iklim organisasi.
Akan tetapi walaupun pelayanan publik lebih menekankan efektivitas
daripada efeisiensi, dalam tataran praktis konsep efektivitas tidak
dapat dipisahkan dari konsep efisiensi. Unsur efisiensi adalah salah
satu determinan untuk mengetahui apakah suatu kegiatan bisa
dikategorikan efektif atau tidak sebagaimana pendekatan ketiga.
Sementara itu Birokrasi diartikan sebagai kekuasaan atau pengaruh
dari para kepala dan staf biro pemerintah. Dalam pengertian selanjutnya
birokrasi adalah pegawai pemerintah, yang menjalankan dan
menyelenggarakan tugas yang ditentukan oleh konstitusi, menjalankan
program pembangunan, pelayanan publik, dan penerapan kebijakan
pemerintah, yang biasanya disebut pegawai Sipil (Rozi:10). Dalam hal di
Indonesia lebih dikenal dengan istiah Aparatur Pemerintah.
Birokrasi dalam pengertian keseharian selalu dimaknai institusi resmi
yang melakukan fungsi pelayanan terhadap kebutuhan dan kepentingan
masyarakat (Tjokrowinoto:112). Segala bentuk upaya pemerintah dalam
mengeluarkan produk kebijakannya semata-mata dimaknai sebagai
manifestasi dari fungsi melayani orang banyak. Walaupun persepsi ini
mengandung titik–titik kelemahan, namun sampai saat ini pemerintah yang
diwakili oleh institusi birokrasi tetap saja diakui sebagai motor
penggerak pembangunan. Pemaknaan birokrasi sebagai organ pelayanan bagi
masyarakat luas tentu merupakan pemaknaan yang bersifat idealis, dan
pemaknaan ideal terhadap fungsi pelayanan yang diperankan birokrasi
tidaklah bisa menjelaskan orientasi birokrasi.
Lalu pertanyaanya bagaimana upaya yang dilakukan agar birokrasi mampu
melaksanakan misi utama yakni memberikan pelayanan secara efektif dan
efisien kepada masyarakat. Jawabannya harus dengan melakukan perubahan
atau reformasi, bukan saja terbatas pada proses dan prosedur, tetapi
juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur, sikap dan tingkah laku /
etika (the ethics being).
E-Government Terkait dengan Efektifitas dan Efisiensi Birokrasi
Penggunaan TI ini dapat mempermudah masyarakat untuk mengakses
informasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas di instansi
pemerintah. E-Government juga dapat memperluas partisipasi publik
dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam pengambilan
kebijakan Pemerintah.
E-Government merupakan sistem TI yang dikembangkan oleh Pemerintah
dalam memberikan pilihan kepada masyarakat, untuk bisa mendapatkan
kemudahan akses informasi dan layanan pemerintah. Selain itu,
e-Government, merupakan bentuk pemanfaatan TI untuk mendukung aktivitas
Pemerintah Daerah yang meliputi aktivitas internal maupun di lingkungan
Pemerintah Daerah serta aktivitas pelayanan publik.
Pendayagunaan e-Government juga sejalan dengan kebijakan
penyelenggaraan otonomi daerah, dengan harapan agar penyampaian layanan
pemerintah kepada masyarakat dapat berlangsung secara lebih efisien dan
efektif. Efisiensi dan efektifitas di sini dapat diperoleh karena
otonomi daerah lebih menekankan pada kedekatan pemerintah untuk
memberikan layanan publik kepada masyarakat. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 mengenai pemerintahan daerah,
efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu
ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar
pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daearah, peluang dan
tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang
seluas-luasnya kepada Pemerintah Daerah disertai dengan pemberian hak
dan kewajiban menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam kesatuan
sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Uraian di atas menunjukkan bahwa pentingnya efisiensi, efektifitas,
dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Efisiensi,
efektifitas dan transparansi ini merupakan unsur yang penting
dalam pengembangan e-Government, sehingga e-Government sangat
sejalan dengan upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik (good
governance). Disamping itu, e-Government diharapkan dapat mendukung
perbaikan produktivitas dan efisiensi dalam instansi pemerintahan maupun
peningkatkan petumbuhan ekonomi. Dengan demikian, untuk menghadapi era
global ini Pemerintah Daerah dituntut untuk membangun ketangguhan di
segala bidang. Disamping itu, tuntutan masyarakat terhadap pelayanan
yang baik atau pelayanan prima menjadikan Pemerintah Daerah mau tidak
mau harus mengikuti perkembangan teknologi yang dapat meningkatkan
efisiensi dan efektifitas yang tinggi. Dengan semakin meningkatnya
tuntutan pembangunan dan pelayanan oleh masyarakat, menjadikan
pemerintah daerah harus kreatif di segala bidang dan mampu memanfaatkan
segenap potensi yang ada termasuk pendayagunaan e-Government.
Efektivitas dan efisiensi juga akan berkaitan erat dengan good
governance. Istilah good governance mulai muncul di Indonesia sejak
tahun 1990-an dan semakin mengemuka pada tahun 1996 seiring dengan
interaksi pemerintah dengan negara-negara luar beserta lembaga-lembaga
pemberi bantuan yang semakin menyoroti kondisi obyektif perkembangan
ekonomi dan politik di Indonesia. Lembaga-lembaga pemberi donor baik
yang bersifat multirateral maupun bilateral mengaitkan penerapan good
governance dengan kebijakan pemberian bantuan. Good governance
dijadikan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian
bantuan baik berupa pinjaman (loan) maupun hibah (grant).
Governance merupakan tata pemerintahan, good governance adalah tata
pemerintahan yang baik. Ada tiga komponen yang terlibat dalam
governance, yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Hubungan
ketiganya harus dalam posisi sejajar dan saling kontrol untuk
menghindari penguasaan atau eksploitasi oleh salah satu komponen
terhadap komponen lainnya. Bila salah satu komponen lebih tinggi dari
komponen yang lain, maka akan terjadi dominasi kekuasaan atas dua
komponen lainnya.
Menurut Bintoro, good governance adalah suatu bentuk manajemen
pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan. Lebih jauh,
Bintoro menyatakan Pemerintah maenjadi agen perubahan (agent of change)
dari suatu masyarakat (berkembang/developing) dalam negara berkembang.
Selanjutnya, UNDP (1997) mendefinisikan good governance sebagai
pelaksanaan otoritas politik, ekonomi dan administrasi untuk mengatur
urusan-urusan negara, yang memiliki mekanisme, proses, hubungan, serta
kelembagaan yang kompleks dimana warga negara dan berbagai kelompok
mengartikulasikan kepentingan mereka, melaksanakan hak dan kewajiban
mereka serta menengahi perbedaan yang ada di antara mereka (http://ww.
mirror.undp.org/magnet/policy/ cahapter1.htm, 31/7/2009). Selain itu,
menurut Effendi, (2000), istilah good governance juga diartikan sebagai
pemerintahan yang baik (Domai, 2009).
Good governance melebihi ruang lingkup e-Government. E-government
didefenisikan sebagai penyampaian layanan dan informasi dari Pemerintah
kepada publik menggunakan sarana elektronik. E-Goverment memungkinkan
warga negara berkomunikasi antar mereka maupun dengan pemerintah, dan
ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan, mengekpresikan
kebutuhan nyata mereka tentang kesejahteraan dengan menggunakan
e-Government sebagai sarana. Pendayagunaan e-Government, merupakan
bentuk pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung terwujudnya
pemerintahan yang baik (good governance) dalam aktivitas Pemerintah
Daerah yang meliputi aktivitas intern dalam satu lembaga maupun antar
lembaga pemerintah serta aktivitas pelayanan publik.
Dari berbagai definisi tersebut di atas, secara sederhana pemahaman
mengenai good governance dapat dikatakan sebagai tata pemerintahan yang
baik, dalam implementasinya tidak mudah untuk mengimplementasikan secara
seragam. Namun demikian, pada hakekatnya keragaman makna tersebut
memiliki kesamaan prinsip dan tujuan yakni terselenggaranya pemerintahan
yang seimbang di antara semua komponen pelaku. Semua pelaku harus
saling tahu apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya, ada ruang dialog
agar para pelaku saling memahami perbedaan di antara mereka. Dengan
proses seperti ini diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi antara
pemerintah dan masyakat.
Tujuan dan Manfaat e-Government
Konsep e-Government diterapkan dengan tujuan bahwa hubungan
pemerintah baik dengan masyarakatnya maupun dengan pelaku bisnis dapat
berlangsung secara efisien, efekti,f dan transparan. Hal ini diperlukan
mengingat semakin dinamisnya gerak masyarakat pada saat ini, sehingga
pemerintah harus dapat menyesuaikan fungsinya dalam penyelenggaraan
pemerintahan, agar masyarakat dapat menikmati haknya dan menjalankan
kewajibannya dengan nyaman dan aman, yang kesemuanya itu dapat dicapai
dengan pembenahan sistem. Selain itu seperti telah disebutkan di atas,
e-Government ditujukan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang
baik (good governance) yang tercermin dari pemerintahan yang bersih,
transparan dan akuntabel. Dengan demikian transparansi merupakan unsur
penting untuk penerapan e-Government dalam pemerintahan yang modern
karena mencerminkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan yang
merupakan tanggungjawab dari aparatur negara.
Implementasi e-Government di instansi pemerintahan dapat membawa manfaat, antara lain :
• Pelayanan/service yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi
dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus
menunggu pegawai kantor.
• Peningkatan hubungan antar pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat
umum. Adanya keterbukaan (transparansi) diharapkan hubungan antara
berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan
perasaan saling curiga dan kesalahan dari semua pihak.
• Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan
adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat
menentukan pilihannya misalnya data tentang sekolah, rumah sakit, dll.
• Pelaksananan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh
koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video
konferensi. Bagi indonesia yang memiliki area yang luas hal akan sangat
membantu. Koordinasi, tanya jawab, diskusi antar pimpinan daerah dapat
dilakukan tanpa semuanya harus berada pada lokasi yang sama, tidak lagi
harus berkumpul di satu tempat untuk pertemuan yang hanya berlangsung
satu atau dua jam.
Pendayagunaan e-Government bukan berarti menerapkan sistem
pemerintahan secara elektronik saja atau dengan kata lain otomatisasi
sistem, melainkan bertujuan lebih dalam dari itu. Pertama-tama yang
harus dilihat adalah bagaimana sistem pemerintahan berjalan sebelum
pendayagunaan e-Government. E-Government memerlukan suatu sistem
informasi yang baik, teratur dan bersinergi dengan masing-masing
lembaga pemerintahan, sehingga didapatkan suatu sistem informasi yang
terjalin dengan baik. Untuk mewujudkan sistem informasi yang baik,
teratur dan sinergi antara lembaga pemerintahan, maka sistem informasi
dari masing-masing lembaga pemerintahan harus memenuhi suatu standar
informasi, dimana standar ini meliputi persyaratan minimal untuk
faktor-faktor dari sistem informasi tersebut.
Tidaklah mengherankan apabila negara yang dapat menjalankan
e-Government sebagian besar adalah negara-negara maju karena dalam
konteks e-Government seutuhnya bukanlah semata-mata hanya situs
informasi. Hal tersebut dapat terjadi karena untuk membereskan sistem
informasi dalam satu lembaga pemerintah saja sudah sangat sulit apalagi
harus tercapainya sinergi dari sistem informasi dari berbagai
lembaga-lembaga pemerintahan, karena hal ini berkaitan erat dengan
faktor budaya, politik dan ekonomi suatu negara.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan e-Government bukan
hanya sekedar menyediakan pelayanan on-line akan tetapi lebih luas dari
pada itu karena kinerja pada sektor publik juga akan berkontribusi pada
kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. Gupta & Jana (2003)
berpendapat bahwa e-Government tidak lagi dilihat sebagai suatu pilihan,
melainkan suatu keharusan bagi semua negara yang bertujuan untuk lebik
baik dan lebih efisien (Dhilon, 2008). Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa pendayagunaan e-Government ditujukan untuk mendukung terwujudnya
pemerintahan yang baik (good governance). Pendayagunaan e-Government ini
diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dalam
administrasi pemerintahan dan dapat mengurangi kesenjangan informasi
antara pusat dan daerah.
Di era globalisasi, penerapan e-Government sangat penting karena
telah memodernisasi pemerintahan publik di seluruh dunia dan juga
hubungan antar pemerintah. Selain di Uni Eropa beberapa negara di Asia
telah menggunakan e-Government untuk melaksanakan hubungan
bilateral mereka. Sejalan dengan kemajuan teknologi dan tujuan yang
ingin dicapai mau tidak mau pemerintahan di Indonesia juga dituntut
untuk menerapkan e-Government. Pada kondisi saat ini penggunaan
e-Government sudah menjadi suatu keharusan dalam rangka menciptakan
pelayanan publik yang lebih baik untuk mendukung pemerintahan yang baik
(good governance). Untuk kepentingan hal itu pemerintah perlu
meningkatkan kesadaran dan kesiapan penggunaan kemajuan teknologi
telematika untuk mengimplementasikan government on-line secara efektif,
serta mengintensifkan pendidkan dan pelatihan teknologi telematika untuk
meningkatkan keahlian pegawai pemerintahan di semua tingkatan.
Wujud Efektivitas dan Efisiensi Birokrasi dengan E-government
Mengingat kelebihan-kelebihan yang dimiliki e-government dibandingkan
dengan sistem birokrasi tradisional maka e-government mulai banyak
diterapkan di negara-negara di dunia, khususnya negara maju. Beberapa
negara telah membuktikan keberhasilan mereka dalam memanfaatkan
e-Government untuk mendukung good governance. Banyak negara telah
menggunakan internet sebagai sarana pelayanan publik yang menghasilkan
transparansi, akuntabilitas, adil (fair), efektif, dan dapat
mengakomodasi partisipasi seluruh warga masyarakat. Sebagai contoh
penyelenggaraan distance learning melalui internet yang dirancang khusus
untuk meningkatan pengetahuan dan ketrampilan pegawai negeri di Mexico
dan Kanada merupakan contoh bagaimana TI digunakan dalam mendukung upaya
good governance (Wigrantoro, 2004).
Berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh Accenture pada tahun 2001
negara yang telah menerapkan e-Government berdasarkan ranking secara
berurutan, yaitu: Kanada, Singapura, Amerika Serikat, Australia,
Denmark, Inggris, Firlandia, Hong Kong, Jerman, Irlandia, Belanda,
Perancis, Norwegia, Selandia Baru, Spanyol, Belgia, Jepang, Portugal,
Malaysia, Italia, Afrika Selatan dan Meksiko (Setiawati, 2009)..
Beberapa contoh implementasi e-government yang mendominasi di seluruh
dunia saat ini berupa pelayanan pendaftaran warga negara antar lain
pendaftaran kelahiran, pernikahan dan penggantian alamat, perhitungan
pajak (pajak penghasilan, pajak perusahaan dan custom duties),
pendaftaran bisnis, perizinan kendaraan dsb.
Sebagai studi komparatif, dapat kita simak penerapan e-Government di
negara-negara Uni Eropa. Uni Eropa merupakan salah satu komunitas yang
telah menerapkan e-Government dengan sukses. Hanya Canada, Singapura dan
Amerika yang telah mengungguli Uni Eropa dalam area e-Government. Uni
Eropa sendiri telah memiliki official website yang cukup modern dimana
setiap masyarakat dapat mengakses informasi terbaru dan kebijakan serta
dasar hukum kebijakan pemerintah tersebut. Pada waktu-waktu tertentu
masyarakat bahkan dapat berinteraksi langsung dengan para pengambil
keputusan melalui fasilitas chatting. (www.europa.eu.int). Dengan
portalnya yang sangat besar kapasitasnya, para warga dapat melamar
pekerjaan serta magang di institusi tersebut. Masih banyak lagi
fasilitas yang diberikan melalui portalnya. Untuk memotivasi public
service dalam melaksanakan e-Government, e-Europe awards
(www.e-europeawards.org) dilaksanakan dalam rangka memfasilitasi sharing
experience dan mutual learning antar anggota Uni Eropa. Selain itu
eGovernment di Eropa juga ditampilkan dengan memberikan fasilitas akses
langsung ke portal pemerintahan negara anggota dan negara aplikan serta
negara Eropa lainnya. Contoh best practice yang terdapat di Belanda
antara lain administrasi bea cukai yang dapat dilakukan secara online
sehingga dapat dikontrol dan mengurangi kasus suap. Di Inggris para
warga negaranya dapat melakukan aplikasi dan pembaharuan paspor secara
online. Sedangkan di Perancis, pembayaran kembali biaya yang dikeluarkan
untuk biaya pengobatan oleh perusahaan asuransi telah dapat dilakukan
secara online. Pemerintahan daerah Bonn di Jerman saat ini menyediakan
pelayanan online berupa pendaftaran Taman Kanak-Kanak. Melalui portal
online-nya masyarakat dapat memperoleh informasi mengenai seluruh TK di
kota itu dan orang tua murid dapat mendaftar secara langsung untuk
dihubungi melalui telepon.
Penerapan benchmarking process dan best practice dissemination Uni
Eropa telah membuahkan hasil yang cukup fantastis. Berdasarkan survei
yang dilakukan oleh Cap Gemini Ernst & Young terhadap penerapan
e-Government di Eropa diperoleh bahwa 5 negara (Denmark, Perancis,
Italia, Swedia dan Finlandia ) telah berhasil menerapkan pelayanan
elektronik secara penuh untuk beberapa jenis pelayanan seperti pajak
pendapatan. Survei tersebut juga menunjukkan bahwa 86 % pelayanan publik
di Uni Eropa telah tersedia secara online.
Selain itu suksesnya e-Government di Eropa merupakan kontribusi
kebijakan publik yang sesuai dengan karakteristik e-Government itu
sendiri. Soft policy berupa kebijakan Open Method Coordination pada
e-Government Eropa yang dimulai dengan visi yang luas dan jelas dan
diikuti dengan dissemination, proses benchmarking, monitoring berkala,
evaluasi dan review secara pasangan dan diorganisir sebagai proses
pembelajaran mutual terbukti sukses dalam rangka melaksanakan
e-Government di Eropa.
Penutup
Terkait dengan sistem birokrasi yang dikenal sulit, berbelit-belit,
dan banyak terjadi korupsi, pada dasarnya kini telah ditemukan solusi
terbaru atas permasalahan tersebut. Dengan memanfaatkan teknologi
informasi kini telah tercipta sistem e-government, yaitu upaya pelayanan
publik dengan berbasis internet. Sistem e-government ini menawarkan
kemudahan masyarakat untuk mengakses informasi-informasi dari pemerintah
dan sebaliknya. Selain itu e-government juga memberi kemudahan akses
informasi antara pemerintah dengan pemerintah maupun pemerintah dengan
kalangan usaha. E-government dengan sistem kecanggihannya juga memiliki
kelebihan dalan hal tranparansi dan akuntabilitas. Sehingga korupsi yang
sering terjadi dalam tataran penyelenggara negara dapat diminimalisir
atau ketika semua pihak benar-benar berkomitmen dan konsisten untuk
memanfaatkan e-government ini sebaik mungkin tidak mustahil seiring
berjalannya waktu korupsi dapat dihilangkan.
Namun pelaksanaan e-government di negara berkembang seperti di
Indonesia juga masih menemui banyak kendala sehingga belum dapat
dilaksanakan secara optimal. Terlepas dari kendala-kendala tersebut pada
dasarnya e-government sangat mendorong terciptanya efektivitas,
efisiensi, tranparansi, dan akuntabilitas penyelenggaraan negara yang
pada akhirnya nanti dapat tercipta suatu birokrasi yang diidam-idamkan
atau tercipta suatu good governance.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar