Pelaksanaan e-Government (egov) mengalami kamajuan. Namun kemajuan yang dicapai masih pada tingkat dasar 
tahapan pelaksanaan egov yang baru meliputi peningkatan kemampuan organisasi pemerintahan dan publik dalam 
mengakses  informasi.  Dengan  kata  lain  belum  terjadi  komunikasi  dua  arah  yang  efektif  antara  pemerintah  dan 
masyarakat,  apalagi  pertukaran  “value”  secara  maksimal  yang  menjadi  ciri  transaksi  egov  melalui  portal 
informatif. 
Penyebab  utama  kelambanan  pengembangan  egov  di  Indonesia  adalah:  masih  rendahnya  “awareness”  sebagian 
besar  pengambil  keputusan  akan  potensi  telematika, khususnya  egov  dalam  mempercepat  proses  reformasi; 
ketiadaan  prioritas  aplikasi  yang  dapat  mempercepat  pemulihan  ekonomi;  kurangnya  konsistensi  dan  determinasi 
pelaksana serta belum dilibatkannya secara maksimal instansi terkait; dan struktur tarif Internet yang masih belum 
mendukung. 
Karena  itu  revitalisasi  penerapan  egov  di  Indonesia  menjadi  sangat  penting.  Hal  ini  dapat  dilakukan  melalui 
evaluasi  program  egov  berjalan,  menggencarkan  sosialisasi  dan  konsistensi  pelaksanaan  egov  di  seluruh pelosok 
negeri, meningkatkan kinerja organisasi pelaksana dan alokasi RAPBN, serta mencari terobosan sistem pentarifan 
Internet  yang  memanfaatkan  kompetisi  dan  asas  pelayanan  universal  (USO).  Minimnya  infrastruktur  tidak 
selayaknya dijadikan kambing hitam karena tantangan utama saat ini adalah pemanfaatan fasilitas yang sudah ada. 
Kata kunci: e-government, egov, telematika, telekomunikasi dan Internet. 
1.  PENDAHULUAN 
Memperhatikan  pelaksanaan e-government  (egov)  di 
Indonesia selama kurun waktu 5 tahun terakhir, maka 
sulit  dimungkiri  bahwa  berbagai  program  egov  yang 
dijalankan  pemerintah  di  departemen  dan  lembaga 
mengalami  hambatan  dan  kendala  yang  tidak  kecil. 
Kemajuan memang telah berhasil dicapai, namun jika 
dibandingkan  dengan  rencana  dan  target  awal, 
apalagi  jika  dibandingkan  terhadap  kemajuan 
regional,  maka  perkembangan  egov  kita  masih 
tertinggal  dan  kalah  cepat.  Pemahaman  bahwa  egov 
memang  bisa  menjadi  salah  satu  alternatif  terobosan 
untuk  memberikan  pelayanan  publik  yang  lebih  baik 
gagal  dipahami  oleh  sebagian  besar  pemangku 
kepentingan  (stake  holder).  Terlebih-lebih  lagi  peran 
penting egov  yang sangat diharapkan untuk  memulai 
budaya  kerja  efisien  yang  terbebas  dari 
ketidaktransparanan dan perilaku korupsi, kolusi, dan 
nepotisme  (KKN)  dalam  pelayanan  publik  juga  sulit 
direalisasikan.  
Kondisi  memprihatinkan  ini  terjadi  di  berbagai 
tingkatan  birokrasi,  baik  dari  tingkat  staf  paling 
bawah  hingga  ke  tingkat  paling  tinggi.  Begitu  pula 
dalam  berbagai  praktek  bisnis  di  lingkungan  swasta. 
Lemahnya pemanfaatan egov di lingkungan birokrasi 
yang saling terkait dengan masih terbatasnya aplikasi 
di  dunia  bisnis  telah  menyebabkan  lambatnya 
pelaksanaan program egov. 
Karena  itu  menjadi  penting  untuk  melakukan 
revitalisasi  egov  di  Indonesia  secepat-cepatnya  jika 
kita  memang  tidak  mau  kehilangan  momentum  dan 
semakin tertinggal dari negara lain. Revitalisasi egov 
ini  menjadi  semakin  penting  manakala  iklim  usaha 
dan  investasi  di  berbagai  sektor  lain  memperlihatkan 
kecenderungan  yang  tidak  menggembirakan.  Sudah 
semestinya  saat  ini  pemerintah  mempertimbangkan 
potensi aplikasi telematika di berbagai sektor sebagai 
salah  satu  alternatif  penggerak  roda  ekonomi 
terutama  di  sektor  riil  dan  jasa.  Selain  itu, 
pemberdayaan  telematika  dan  egov  berpeluang  besar 
membuka  lapangan  kerja  atau  mengurangi  tingkat 
penangguran.  
Meski  tidak  berkesinambungan,  beberapa  aplikasi 
telematika  tertentu  di  sektor  jasa,  industri  kecil dan 
menengah, serta pendidikan yang telah digiatkan oleh 
Tim  Koordinasi  Telematika  Indonesia  (TKTI) 
beberapa tahun lalu kiranya patut dipertahankan agar 
tidak  menjadi  mubazir.  Tulisan  ini  menekankan 
pentingnya  melaksanakan  revitalisasi  egov  dengan 
terlebih  dahulu  membahas  beberapa  karakteristik 
egov  dan  membahas  kondisi  eksisting  egov  dari 
berbagai sudut pandang. 
2.  E-GOVERNMENT: MANFAAT, PRINSIP 
DASAR, DAN PENTAHAPAN 
E-gov didefinisikan  sebagai  upaya  pemanfaatan  dan 
pendayagunaan  telematika  untuk  meningkatkan 
efisiensi  dan  cost-effective  pemerintahan,  
memberikan  berbagai  jasa  pelayanan  kepada 
masyarakat  secara  lebih  baik,  menyediakan  akses 
informasi  kepada  publik  secara  lebih  luas,  dan 
menjadikan  penyelenggaraan  pemerintahan  lebih 
bertanggung  jawab  (accountable) serta  transparan 
kepada  masyarakat.  Bank  Dunia  (2002)  memberikan 
definsi  “E-Government  refers  to  the  use  of 
information  and  communications  technologies  to 
improve  the  efficiency,  effectiveness,  transparency 
and accountability of government.” 
2.1. Manfaat  
Beberapa  manfaat  e-gov  adalah  (1)  menurunkan 
biaya  administrasi;  (2)  meningkatkan  kemampuan 
response  terhadap  berbagai  permintaan  dan 
pertanyaan  tentang  pelayanan  publik  baik  dari  sisi 
kecepatan  maupun  akurasi;  (3)  dapat  menyediakan 
akses pelayanan untuk semua departemen atau LPND 
pada  semua  tingkatan;  (4)  memberikan  asistensi 
kepada  ekonomi  lokal  maupun  secara  nasional;  (5) 
sebagai  sarana  untuk  menyalurkan  umpan  balik 
secara  bebas,  tanpa  perlu  rasa  takut.  Berbagai 
manfaat  tersebut  pada  akhirnya  diharapkan  akan 
dapat  meningkatkan  kemampuan  kepemerintahan 
secara umum.  
2.2. Prinsip Dasar 
Dalam  pemanfaatannya  untuk  pembangunan, 
diperlukan  pemahaman  bahwa  e-gov  (1)  hanyalah 
alat;  (2)  mempunyai  resiko  terhadap  integrasi  data 
yang  sudah  ada;  (3)  bukanlah  pengganti  managemen 
publik  dan  kontrol  internal  pemerintahan;  (4)  masih 
diperdebatkan  peranannya  dalam  hal  mengurangi 
praktek  KKN;  (5)  juga  masih  diragukan  untuk  dapat 
membantu  mengurangi  kemiskinan;  dan  (6) 
memerlukan  kerjasama  antar  ICT  profesional  dan 
pemerintah. 
Sebagai salah satu aplikasi telematika yang termasuk 
baru  di  bidang  kepemerintahan,  maka  diperlukan 
waktu dan proses sosialisasi yang memadai agar para 
pelaku  birokrasi  dan  masyarakat  mampu  memahami 
e-gov untuk  kemudian  mendayagunakan  potensinya 
dan  tidak  terjebak  kepada  paradgima  lama, project 
oriented activities.  
2.3. Pentahapan 
Beberapa  negara  maju  maupun  yang  sedang 
berkembang  melaksanakan  pengembangan  e-gov 
sesuai  dengan  karakteristik  negara  masing-masing. 
Jarang  ditemukan  negara-negara  tersebut 
melaksanakan tahapan yang sama. Penelitian Parayno 
(1999)  di  Philipina  dan  Kang  (2000)  menunjukkan 
bahwa  ada  negara  yang  mendahulukan  perdagangan 
(custom)  dan  e-procurement,  ada  negara  yang 
memprioritaskan  pelayanan  pendidikan,  ada  yang 
mendahulukan  sektor  kesehatan,  dan  ada  pula  yang 
mengutamakan kerjasama regional.  
Menurut  Wescott  (2001),  dari  berbagai  langkah  dan 
strategi  yang  dilaksanakan  oleh  negara-negara 
tersebut,  secara  umum  tahapan  pelaksanaan  e-gov 
yang  biasanya  dipilih  adalah  (1)  Membangun  sistem 
e-mail  dan  jaringan;  (2)  Meningkatkan  kemampuan 
organisasi  dan  publik  dalam  mengakses  informasi; 
(3)  Menciptakan  komunikasi  dua  arah  antar 
pemerintah  dan  masyarakat;  (4)  Memulai  pertukaran 
value  antar  pemerintah  dan  masyarakat;  dan  (5) 
Menyiapkan portal yang informatif. 
Membangun  sistem  e-mail  dan  jaringan  biasanya 
dapat  dimulai  dengan  menginstalasi  suatu  aplikasi 
untuk  mendukung  fungsi  administrasi  dasar  seperti 
sistem  penggajian  dan  data  kepegawaian. 
Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi untuk Indonesia 
3-4 Mei 2006, Aula Barat & Timur Institut Teknologi Bandung 
40 
Meningkatkan  kemampuan  organisasi  dan  publik 
dalam  mengakses  informasi  bisa  dimulai  dengan 
pengaturan  workflow  yang  meliputi  file,  image, 
dokumen  dan  lain-lain  dari  satu works  station ke 
work  station  lainnya  dengan  menggunakan 
managemen  bisnis  untuk  melaksanakan  proses 
pengkajian,  otorisasi¸  data  entry,  data  editing,  dan 
mekanisme pedelegasian dan pelaksanaan tugas.  
Sementara itu menciptakan komunikasi dua arah bisa 
dilaksanakan  dengan  menginformasikan  satu  atau 
lebih  email  address,  nomor  telepon  dan  facsimile  
pada  website  untuk  meningkatkan  minat  dan 
kesempatan  masyarakat  dalam  menggunakan 
pelayanan  dan  memberikan  umpan  balik.  Pertukaran 
value  antar  pemerintah  dan  masyarakat  memang 
harus  dimulai  secepatnya  karena  telematika  sangat 
mendukung  pelaksanaan  pembangunan  dan  proses 
interaksi  bisnis  secara  lebih  flexible  dan  nyaman 
dimana  dimungkinkan  terjadinya  proses  pertukaran 
value atau  tata  nilai  dan  informasi  dengan  pihak 
pemerintah.  Pertukaran value  yang  dimaksud  bukan 
hanya  tata  nilai  dan  budaya,  tapi  juga  secara  nyata 
memulai  terjadinya  transaksi  elektronis,  seperti 
transfer  dana  antar  rekening  bank  melalui  ATM  dan 
Internet sebagai bagian proses pelayanan publik. 
Menyiapkan  sebuah  portal  sebagai  ujung  tombak 
pelaksanaan  e-gov  diperlukan  untuk 
mengintegrasikan  informasi  dan  jenis  pelayanan  dari 
berbagai  organisasi  pemerintah  sehingga  dapat 
membantu masyarakat dan stakeholder lainnya dalam 
menjalankan  aktivitas  sehari-hari.  Portal  ini  sebisa 
mungkin  haruslah  dapat  membimbing  segenap 
lapisan  masyarakat  untuk  memenuhi  kebutuhan 
mereka  dalam  menjelajah  dunia  informasi  baik 
ditingkat  Pusat,  Provinsi  ataupun  Kabupaten  /  Kota. 
Portal  yang  baik  biasanya  menambahkan  links 
kepada  website  lainnya  dalam  menyempurnakan 
pelayanan  kepada  masyarakat,  menyediakan  box  
untuk  keluhan  dan  umpan  balik,  dan  tentu  saja  juga 
di update secara berkala. 
Beberapa  konsep  e-gov  di  berbagai  negara  telah 
memasukkan  tahapan  demokrasi  digital  yang 
memungkinkan  partisipasi  masyarakat  serta  sistem 
penghitungan  suara  dilaksanakan  melalui  perangkat 
telematika  seperti  pemilihan  wakil  rakyat,  pemilihan 
gubernur  dan  presiden.  Pemanfaatan  egov  untuk 
demokrasi  membutuhkan  waktu  dan  proses 
sosialisasi  yang  cukup  lama  untuk  meyakinkan 
penduduk  memberikan  suaranya  melalui  sebuah 
mesin.  Pelaksanaannya  di  beberapa  negara  maju 
sekalipun  termasuk  di  Amerika  Serikat  sendiri, 
banyak mengalami hambatan dan kegagalan. Majalah 
Time  Annual  (2001)  mempelesetkan  semboyan 
negara  bagian  Florida  setelah  ricuhnya  proses 
penghitungan  komputer  hasil  pemilihan  suara  untuk 
menentukan  presiden  Amerika  Serikat  tahun  2000 
yang  lalu  dengan,  “Welcome  to  Flori-duh,  land  of 
changing  chads,  butterfly  ballots  and  undervotes!”. 
Meski  demokrasi  digital  belum  terlalu  mendesak 
untuk dilaksanakan, langkah-langkah persiapan sudah 
selayaknya pula di ambil dengan mempertimbangkan 
tingkat  pemanfaatan  telematika  yang  sudah  cukup 
tinggi  pada  proses  proses  PEMILU  dan  pemilihan 
Presiden  dan  Wakil  Presiden  tahun  2004  dan  2005 
lalu.   
3.  KONDISI EKSISTING 
3.1. Aplikasi egov dan Infrastruktur 
Di  lihat  dari  pelaksanaan  aplikasi  egov,  data  dari 
Depkominfo  (2005)  menunjukkan  bahwa  hingga 
akhir  tahun  2005  lalu  Indonesia  baru  memiliki:  (a) 
564  domain  go.id;  (b)  295  website  pemerintah  pusat 
dan  pemda; (c) 226 website telah mulai memberikan 
layanan  publik  melalui  website;  (d)  dan  198  website 
pemda masih dikelola secara aktif.   
Beberapa  pemerintah  daerah  (pemda) 
memperlihatkan  kemajuan  cukup  berarti.  Bahkan 
Pemkot  Surabaya  sudah  mulai  memanfaatkan  egov 
untuk  proses  pengadaan  barang  dan  jasa  (e-procurement).  Beberapa  pemda  lain  juga  berprestasi 
baik  dalam  pelaksanaan  egov  seperti:  Pemprov  DKI 
Jakarta,  Pemprov  DI  Yogyakarta,  Pemprov  Jawa 
Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta, 
Pemkot  Bogor,  Pemkot  Tarakan,  Pemkab  Kebumen, 
Pemkab.  Kutai  Timur,  Pemkab.  Kutai  Kartanegara, 
Pemkab Bantul, Pemkab Malang. 
Sementara  itu  dari  sisi  infrastruktur,  layanan  telepon 
tetap  masih  di  bawah  8  juta  satuan  sambungan  dan 
jumlah  warung  telekomunikasi  (Wartel)  dan  warung 
Internet  (Warnet)  yang  terus  menurun  karena  tidak 
sehatnya  persaingan  bisnis.  Telepon  seluler  menurut 
data  Depkominfo  tersebut  telah  mencapai  24  juta  ss 
(diperkirakan  posisi  kwartal  pertama  2006  telah 
mencapai kurang lebih 30 juta ss).  
Meski kepadatan telepon tetap di beberapa kota besar 
bisa  mencapai  11%  -  25%,  kepadatan  telepon  di 
beberapa  wilayah  yang  relatif  tertinggal  baru 
mencapai 0,2%. Jangkauan pelayanan telekomunikasi 
dalam bentuk akses telepon baru mencapai 65% desa 
dari  total  sekitar  67.800  desa  yang  ada  di  seluruh 
tanah air. Jumlah telepon umum yang tersedia hingga 
saat  ini  masih  jauh  dari  target  3%  dari  total 
sambungan  seperti  ditargetkan  dalam  penyusunan 
Program Pembangunan Jangka Panjang II dahulu. 
Sementara  itu  jumlah  pelanggan  dan  pengguna 
Internet  masih  tergolong  rendah  jika  dibandingkan 
dengan total penduduk Indonesia. Hingga akhir 2004 
berbagai  data  yang  dikompilasi  Asosiasi  Penyedia 
Jasa  Internet  Indonesia  (APJII)  memberikan  jumlah 
pelanggan  Internet  masih  pada  kisaran  1,5  juta, 
sementara  pengguna  baru  berjumlah  9  juta  orang. 
Rendahnya  penetrasi  Internet  ini  jelas  bukan  suatu 
kondisi  yang  baik  untuk  mengurangi  lebarnya 
kesenjangan  digital  (digital  divide)  yang  telah 
disepakati  pemerintah  Indonesia  dalam  berbagai 
pertemuan Internasional untuk dikurangi.  
3.2. Kelembagaan, Regulasi, dan Kebijakan 
Perkembangan  dan  pembangunan  telematika 
memasuki  babak  baru  pada  awal  tahun  2005  dengan 
digabungkannya Ditjen Postel  yang dahulu berada di 
bawah  Departemen  Perhubungan  kedalam 
Depkominfo.  Satriya  (2005)  melihat  penggabungan 
tersebut  seyogyanya  bisa  mempercepat  gerak 
pelaksanaan  aplikasi  egov  di  seluruh  tanah  air  dan 
dapat  dimanfaatkan  semaksimal  mungkin  untuk 
penyediaan  infrastruktur  telematika  yang  sekaligus 
disinkronkan dengan berbagai aplikasi prioritas. 
Begitu  pula  dari  sisi  regulasi,  sudah  ada  Instruksi 
Presiden  (Inpres)  No.  3  Tahun  2003  tentang  Strategi 
Pengembangan  Egov  yang  juga  sudah  dilengkapi 
dengan  berbagai  Panduan  tentang  egov  seperti: 
Panduan  Pembangunan  Infrastruktur  Portal 
Pemerintah;  Panduan  Manajemen  Sistem  Dokumen 
Elektronik  Pemerintah;  Pedoman  tentang 
Penyelenggaraan  Situs  Web  Pemda;  dan  lain-lain. 
Demikian  pula  berbagai  panduan  telah  dihasilkan 
oleh  Depkominfo  pada  tahun  2004  yang  pada 
dasarnya  telah  menjadi  acuan  bagi  penyelenggaraan 
egov di pusat dan daerah. 
Sayangnya  beberapa  peraturan  payung  yang 
diharapkan bisa segera selesai masih belum terwujud, 
seperti  RUU  tentang  Informasi,  dan  Transaksi 
Elektronik yang masih belum dibahas di DPR.  
Dalam  bidang  kebijakan,  kelihatannya  pemerintah 
belum berhasil menyusun suatu langkah konkrit yang 
dapat  menggerakkan  berbagai  komponen  pemerintah 
(lintas sektor) untuk saling bekerja sama membangun 
dan  menjalankan  aplikasi  yang  memang  harus 
disinergikan.  Hingga  sekarang  pemanfaatan 
telematika untuk Kartu Tanda Penduduk, Perpajakan, 
Imigrasi,  dan  Kepegawaian  yang  sangat  dibutuhkan 
dalam  reformasi  pemerintahan  masih  belum 
terlaksana.  Masih  mahalnya  tarif  Internet,  termasuk 
Broadband,  rupanya  telah  mulai  menarik  perhatian 
Menteri  Kominfo  seperti  diungkapkan  beberapa 
waktu  lalu  dalam  ajang  Indo  Wireless  2006  (Detik, 
14/3/06).  Kombinasi  pemanfaatan  kapasitas  telepon 
tetap  eksisting  dan  berbagai  teknologi  nirkabel 
lainnya  sudah  seharusnya  bisa  didukung  oleh  sistem 
tarif  yang  sudah  memanfaatkan  kompetisi  dalam 
sektor  telematika  ini.  Begitu  pula  alternatif 
penyediaan  infrastruktur  telematika  di  daerah 
terpencil, perbatasan, dan tertinggal masih belum bisa 
memaksimalkan pemanfaatan dana Universal Service 
Obligation (USO) yang telah dikutip dari operator. 
3.3. Rendahnya pemahaman egov. 
Di  samping  berbagai  kondisi  yang  kurang 
mendukung  seperti  diuraikan  di  atas,  pengembangan 
egov  di  Indonesia  menjadi  bukti  bahwa  pemahaman 
akan  potensi  telematika,  khususnya  egov,  masih 
rendah. Kondisi  memprihatinkan ini terjadi di semua 
tingkatan  dan  jenis  usaha,  baik  di  birokrasi  maupun 
swasta.  
Pemanfaatan  egov  untuk  mengurangi  terjadinya 
berbagai  peristiwa  penipuan,  kriminal,    hingga  terror 
yang  berawal  dari  pemalsuan  identitas  seperti  KTP 
dan  paspor  masih  belum  menunjukkan  tanda-tanda 
peningkatan.  Begitu  pula  halnya  dengan  berbagai 
kasus  penyelundupan  dan  penyalahgunaan  dokumen 
kepabeanan  justru  semakin  marak  dan  semakin 
canggih modus operandinya. 
Ribut-ribut  masalah  “surat  sakti”  atau  “katabelece” 
Sekretaris  Kabinet  terkait  dengan  lokasi  kedutaan 
besar  kita  di  Korea  Selatan  mestinya  tidak  perlu 
terjadi  jika  egov  sudah  dimanfaatkan  dalam  proses 
penyusunan RAPBN. Pemanfaatan egov untuk proses 
perencanaan  anggaran  yang  melibatkan  Depkeu, 
Bappenas,  Departemen  Teknis,  dan  DPR  seharusnya 
sudah  bisa  menyediakan  akses  kepada  masyarakat 
untuk  melihat  berbagai  proyek  yang  akan 
dilaksanakan untuk tahun anggaran berjalan.  
Meski  dibanggakan  dan  dipromosikan  langsung  oleh 
Jubir  Presiden,  komentar  miring  publik  atas  situs 
pribadi  Presiden  dan  beberapa  Menteri  Kabinet 
Persatuan  Indonesia  yang  tidak  bisa  dibedakan 
dengan  situs  dinas  juga,  jelas  menjadi  barometer 
pemahaman dan leadership para pejabat di negeri ini.  
Dengan  demikian,  pelaksanaan  egov  yang  tidak 
didukung  oleh  infrastruktur  memadai,  kurangnya 
pemahaman,  visi  dan  misi  yang  konsisten,  serta 
belum  kondusifnya  aturan  regulasi  dan  kebijakan 
lintas  sektor  telah  membuat  pencapaian  program 
egov  Indonesia  masih  berada  pada  tahap  awal  dan 
belum  mencerminkan  terlaksananya  pertukaran 
“value”.  Dengan  demikian  revitalisasi  egov  harus 
mampu  secara  jeli,  efisien  dan  jitu  (smart)  untuk 
menemukenali  pemasalahan  dasar  sehinga  berbagai 
upaya dan dana yang telah dihabiskan dalam 5 tahun 
terakhir tidak sia-sia. 
4.  REVITALISASI EGOV 
Memperhatikan  berbagai  kondisi  pelaksanaan 
program egov seperti dibahas dalam Bab 2 dan Bab 3 
di  atas,  maka  langkah  untuk  merevitalisasi  egov 
Indonesia  sudah  tidak  bisa  ditunda  lagi.  Banyaknya 
dana  yang  sudah  dihabiskan  tidak  sebanding  dengan 
hasil  yang  diperoleh.  Namun  pelaksanaan  proses 
revitalisasi juga  tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa konsep yang jelas. 
Revitalisasi  yang  dimaksudkan  adalah  serangkaian 
tindakan  perencanaan  dan  penataanulang  program 
egov  yang  disesuaikan  kembali  dengan  target 
pembangunan  nasional  dan  sektor  telematika  dengan 
mengindahkan  prinsip-prinsip  dasar  serta  proses 
pentahapan  egov  tanpa  menyia-nyiakan  kondisi 
eksisting yang sudah dicapai.  
Beberapa  langkah  yang  bisa  diambil  dalam  waktu 
dekat adalah sebagai berikut. 
Pertama, mensikronkan  target-target  pembangunan 
nasional  dalam  sektor  telematika  dengan  beberapa 
program  egov  yang  akan  dilaksanakan  di  seluruh 
lembaga  dan  departemen.  Langkah  ini  sekaligus 
sebagai  proses  evaluasi  program  egov  yang  pernah 
dijalankan di semua tingkatan.  
Kedua,  meningkatkan  pemahaman  masyarakat, 
pelaku  ekonomi  swasta,  termasuk  pejabat 
pemerintahan  atas  potensi  yang  dapat  disumbangkan 
program  egov  dalam  mencapai  target  pembangunan 
nasional dan sektor telematika.  
Selanjutnya, menyelesaikan  berbagai  program  utama 
egov  yang  belum  berhasil  dilaksanakan,  dan 
menyusun  prioritas  program  egov  yang  dapat 
menciptakan  lapangan  kerja  serta  membantu 
penegakan  praktek good  governance  dalam  berbagai 
pelayanan publik.  
Keempat,  menambah  akses  dan  jangkauan 
infrastruktur  telematika  bagi  semua  kalangan  untuk 
mengutamakan  pemanfaatan  egov  dalam  segala 
aktifitas sosial ekonomi masyarakat. Termasuk dalam 
hal  ini  adalah  menetapkan  struktur  tarif  yang 
transparan  dan  terjangkau  buat  semua  kalangan.  Jika 
perlu  dapat  saja  diberlakukan  diferensiasi  tarif  untuk 
semua  aplikasi  egov. Berikutnya  adalah  alokasi  dana 
egov  perlu  ditingkatkan  yang  disesuaikan  dengan 
tahapan  yang  telah  dicapai.  Dana  bisa  berasal  dari, 
RAPBN,  kerjasama  internasional  atau  juga  dari 
swasta  nasional.  Terakhir,  menetapkan  hanya 
beberapa  aplikasi  egov  pilihan  –sebagai  contoh 
sukses-  yang  menjadi  prioritas  pembangunan  dan 
pengembangan  sehingga  terjadi  efisiensi  dalam 
pemberian pelayanan publik. 
Evaluasi dan revitalisasi egov juga sangat diperlukan 
mengingat  seperti  diingatkan  Kabani  (2006)  bahwa 
adalah  suatu  keharusan  untuk  melakukan  proses 
perencanaan  secara  hati-hati  dan  untuk  melakukan 
streamlining  berbagai  proses  off-line  sebelum 
melanjutkannya  menjadi  proses on-line.  Sebagai 
tambahan,  juga  sangat  penting  diperhatikan  agar 
instansi  pemerintah  untuk  tidak  melakukan  proses 
otomatisasi berbagai inefisiensi. 
Revitalisasi  egov  ini  semakin  dirasakan  perlu  ketika 
kita  harus  juga  mempersiapkan  diri  menyambut 
berbagai  perkembangan  baru  dalam  globalisasi 
industri  dan  perdagangan  dunia.  Berbagai 
perkembangan  teknologi  telematika  yang  semakin 
konvergen  juga  membuat  pemerintah  harus  terus 
menyiapkan  berbagai  regulasi  dan  kebijakan 
antisipatif  dalam  penyelenggaraan  egov  di  berbagai 
sektor. 
5.  KESIMPULAN DAN SARAN 
Memperhatikan  perkembangan  pelaksanaan  egov  di 
Indonesia  serta  hasil-hasil  yang  telah  dicapai  hingga 
saat  ini,  maka  mau  tidak  mau  konsep  dan  strategi 
pelaksanaan  egov  membutuhkan  penyempurnaan  di 
berbagai  sisi.    Penundaan  pelaksanaan  revitalisasi 
egov hanya akan menjauhkan negeri ini dari cita-cita 
reformasi yang sebenar-benarnya, yaitu memperbaiki 
mutu  pelayanan  publik  kepada  seluruh  masyarakat 
serta  pada  gilirannya  dapat  meningkatkan 
kesejahteraan  mereka  melalui  peningkatan  efisiensi 
birokrasi. 
Pelaksanaan  revitalisasi  egov  harus  memperhatikan 
kesiapan pemerintah dan masyarakat,  sesuai prinsip-prinsip dasar serta bertahap
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

 


 
0 komentar:
Posting Komentar